Laman

Selasa, 21 Februari 2012

Hijab Dalam Perspektif Rahbar


Hijab Dalam Perspektif Rahbar

 Bab Pertama: Hijab Dalam Budaya Islam
Kesempurnaan Kodrati Wanita Dalam HijabKeindahan Dalam IslamHijab Masalah NormatifHubungan Antara Laki-Laki dan PerempuanLarangan Cari SensasiKematangan Politik dan Sosial Kaum Perempuan
Bab Kedua: Hijab Dalam Budaya Barat

Hijab Dalam Perspektif Rahbar
Bab Pertama: Hijab Dalam Budaya Islam
Kesempurnaan Kodrati Wanita Dalam Hijab
Hijab adalah sebuah norma yang sejalan dengan kodrat manusia. Sedangkan budaya ketelanjangan, gerakan menuju pembauran yang lebih antara dua kelompok gender dan keterbukaan tanpa batas antara mereka adalah gerakan yang bertentangan dengan kodrat dan tunutan alamiah manusia.
Sesuai maslahat dan keharmonisan hidup antara laki-laki dan perempuan, Allah Swt menentukan suatu pranata natural yang memungkinkan keduanya untuk bersama-sama mengelola kehidupan dunia. Allah menetapkan kewajiban-kewajiban dan hak-hak tertentu untuk masing-masing gender. Contohnya ialah lebih ketatnya hijab perempuan daripada hijab laki-laki. Pada laki-lakipun juga ada ketentuan hijab yang harus diindahkan, dan menutup sebagian anggota tubuhnya. Namun, ketentuan hijab bagi perempuan lebih ketat. Ini karena kelembutan bawaan fisik dan mental perempuan menjadi cermin keindahan dan daya tarik alam semesta. Supaya masyarakat terjauhkan dari kebobrokan, kaum perempuan harus terlindungi oleh hijab. Berbeda dengan perempuan, dalam hal ini laki-laki jauh lebih bebas. Dan inipun tak lain juga karena spesifikasi karakter laki-laki, dan karena ketentuan itu memang sesuai dengan keharmonian alam dalam pandangan Allah Swt.

Keindahan Dalam Islam
Islam sangat memperhatikan faktor keindahan. Prinsip kecenderungan kepada kecantikan, keinginan mempercantik, dan ketertarikan kepada hal-hal yang cantik adalah kecenderungan naluriah. Mungkin saja hal ini relatif berbeda dengan kecenderungan kepada hal-hal yang baru. Kecenderungan kepada yang baru adalah masalah yang lebih umum. Sedangkan masalah keindahan dan pakaian adalah masalah yang lebih spesifik dimana manusia -khususnya kaum muda- tertarik kepada hal-hal yang bersifat indah.

Hijab Masalah Normatif
انّ اللَّه جميل و يحبّ الجمال
"Sesungguh Allah itu indah dan menyukai keindahan."
Dalam berbagai kitab hadits kita tertera banyak riwayat yang membicarakan faktor penampilan. Di "Bab Nikah" dibahas panjang lebar penekanan supaya pria dan wanita menjaga penampilan. Tidak benar anggapan, misalnya, bahwa laki-laki harus selalu memangkas rambutnya. Dalam syariat, anak muda justru dianjurkan membiarkan rambutnya menghiasi kepala. Dalam hadist disebutkan;
الشَعر الحسن من كرامة اللَّه فأكرموه
"Rambut yang indah adalah anugerah dari Allah, maka hargailah."
Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah Saw selalu menghampiri air dalam bejana untuk bercermin setiap kali akan mengunjungi para sahabatnya. Zaman itu belum ada atau tidak banyak cermin seperti yang ada sekarang, apalagi warga Madinah tergolong masyarakat tidak mampu. Jadi, setiap kali akan mendatangi sahabatnya beliau selalu bercermin pada air dalam bejana. Ini menunjukkan bahwa syariat Islam menganjurkan umat supaya menjaga keindahan penampilan. Hanya saja, syariat mencela dan melarang penampilan yang dapat memancing fitnah, tindakan asusila, dan hedonisme.

Hubungan Antara Laki-Laki dan Perempuan
Batasan gender adalah masalah yang prinsipal bagi umat Islam. Umat Islam meyakini pembatasan ini sebagai persoalan yang mendasar, walaupun tempatnya ada di wilayah furu'. Larangan melakukan hubungan badan yang haram termasuk dalam kelompok furu'uddin. Namun soal keharusan adanya pembatas yang memisahkan antara dua kelompok dengan jenis kelamin yang berbeda adalah masalah prinsipal. Kita tidak dalam rangka membahas bagaimana bentuk batasan itu. Kita bukan dalam rangka membahas apakah perempuan harus mengenakan cadar hitam (kain lebar warna hitam untuk menutup sekujur tubuh kecuali wajah, pent.) dan penutup muka, misalnya. Boleh jadi batasan ini akan berubah-ubah sesuai dinamika zaman, kondisi, dan lokasi. Yang jelas, batasan itu memang ada dan merupakan salah satu hal yang prinsipal dalam pemikiran Islam.
Masalah hijab adalah masalah norma. Masalah hijab adalah masalah yang punya nilai normatif meskipun hijab itu sendiri disyariatkian demi mewujudkan nilai-nilai yang lebih tinggi dari itu. Alasan mengapa kita selalu menjaga hijab sedemikian rupa adalah karena menjaga hijab akan membantu perempuan mencapai derajat spiritualitas yang tinggi dan jangan sampai ia tergelincir di jalan maknawiyah yang sangat licin ini.

Larangan Cari Sensasi
Antara laki-laki dan perempuan ada ketentuan hijab sebagai pembatas. Keduanya bisa berkomunikasi, berinteraksi, berdialog, dan bersahabat satu sama lain, tapi Islam menetapkan suatu hijab antara keduanya yang harus diindahkan oleh masing-masing. Islam melarang pelanggaran terhadap rambu yang membatasi hubungan antara kedua kelompok ini, mengharamkan penistaan kehormatan wanita, termasuk menjadikan wanita sebagai pemuas nafsu birahi dan alat untuk memasarkan produk-produk yang penuh keglamoran.
Islam menuntut perempuan untuk memiliki kehormatan dan harga diri yang tinggi, sehingga ia tak mempedulikan apakah ada laki-laki yang memandangnya atau tidak. Dengan kata lain, perempuan dituntut memiliki harga diri sehingga baginya tak beda apakah ada orang laki-laki yang memperhatikannya atau tidak. Tentunya ini sangat berbeda dengan perempuan yang selalu berusaha menarik perhatian orang lewat pakaian, dandanan, tutur kata, dan cara jalannya.

Kematangan Politik dan Sosial Kaum Perempuan
Islam menghendaki kedewasaan pikiran, ilmu, sosial, politik dan terutama spiritualitas kaum perempuan. Islam menghendaki eksistensi perempuan di tengah masyarakat dan keluarga besar umat manusia. Ini merupakan visi yang melandasi ajaran Islam, termasuk menyangkut hijab. Hijab tidak dimaksudkan untuk memarginalkan kaum perempuan. Keliru jika ada orang yang beranggapan hijab mengucilkan perempuan. Ketentuan hijab adalah demi melindungi mereka dari pergaulan bebas, yaitu pergaulan yang berdampak sangat buruk bagi masyarakat, khususnya kaum perempuan.

Bab Kedua: Hijab Dalam Budaya Barat
Islam Versus Barat Dalam Isu Hijab
Saya sering mengatakan bahwa bukan kita pihak yang harus membela diri, melainkan budaya Barat yang rusak itulah yang harus membela diri. Apa yang kita persembahkan untuk kaum perempuan adalah kebaikan yang pasti diakui kebenarannya oleh setiap pemikir yang sportif dan fair. Kepada kaum perempuan kita menyerukan supaya mereka salihah, bermartabat, berjilbab, tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas, menjaga kehormatan insaniah, dan tidak berdandan supaya dinikmati oleh mata para lelaki non-muhrim. Semua ini merupakan kehormatan bagi perempuan. Karena itu, pihak yang harus membela diri adalah orang-orang yang mendorong kaum perempuan supaya berdandan untuk menjadi pemuas birahi setiap orang di lorong-lorong gang, jalanan dan pasar. Merekalah yang harus bertanggungjawab mengapa mereka merendahkan martabat kaum perempuan sedemikian rupa?! Budaya kita adalah budaya yang sesungguhnya diterima oleh orang-orang terdidik di Barat sebagaimana terlihat dari sikap mereka. Di Barat sendiri ada perempuan-perempuan yang menjaga budi pekerti, martabat dan kehormatannya sehingga enggan menjadi obyek pemuas mata dan nafsu birahi para lelaki asing. Budaya Barat yang bobrok punya banyak masalah seperti ini.

Penegasian Nilai Hijab di Eropa
Kita kecewa terhadap dunia Barat yang sejak dulu sampai sekarang telah sedemikian menjatuhkan martabat perempuan. Anda melihat betapa negara-negara Eropa dan Barat secara umum terhitung belum lama mengakui hak kepemilikan pribadi kaum perempuan. Di depan suami, isteri tidak memiliki hak atas harta yang dimilikinya. Perempuan yang sudah menikah maka hartanya menjadi milik suami sehingga isteri tidak berhak lagi menggunakannya. Hak mereka atas hartanya sendiri baru diakui di awal-awal abad ke-20. Ini membuktikan betapa telat dan entengnya Barat terhadap masalah yang tergolong paling mendasar dalam HAM tersebut.
Hingga awal-awal abad ke-20, mereka yang menebar segudang klaim kemanusiaan, memerangi tradisi hijab, menerapkan pergaulan bebas dengan anggapan bahwa ini adalah satu penghormatan bagi kaum perempuan, ternyata tidak mengakui hak perempuan untuk menggunakan secara bebas harta yang dimilikinya Tapi untuk masalah yang justru mencerminkan nilai-nilai sejati sehingga sangat diperhatikan oleh Islam, Barat malah menunjukkan sikap yang berlebihan. Dan inilah sebab mengapa kita sekarang sedemikian serius dan intensif membicarakan masalah hijab.

Tradisi Ketelanjangan dan Minuman Keras di Eropa
Dunia masa kini sensitif terhadap beberapa hal tertentu. Dunia merasa peka terhadap soal pakaian perempuan. Jika ada tokoh, filsuf, perwira militer dan atau politikus menentang budaya ketelanjangan perempuan, ia akan disoraki oleh dunia. di saat yang sama, dunia tidak merasa peka terhadap fenomena-fenomena asusila dan perilaku menyimpang. Jika ada negara yang menerapkan larangan konsumsi minuman keras, dunia serempak meributkannya, menganggapnya kolot, dan menjadikannya sebagai bahan tertawaan. Dari mana tradisi telanjang bagi perempuan dan konsumsi minuman keras berasal kalau bukan dari Eropa dan budaya klasiknya?! Tradisi ini sekarang merambah berbagai kawasan dunia dan jika ada orang yang menentangnya maka ia dipandang seolah-olah sedang melakukan kejahatan besar!

Ketentuan-Ketentuan Kontradiktif Barat
Negara-negara Eropa yang selama ini kerap mengkampanyekan dirinya sebagai negara maju dan sangat peduli terhadap isu HAM dan aspirasi masyarakat ternyata tak segan-segan melarang siswa berjilbab masuk ke sekolah. Mereka menghalalkan pemaksaan seperti ini dan menganggapnya tidak bermasalah! Tapi ketika Republik Islam Iran mewajibkan perempuan mengenakan hijab, semua forum di Eropa tergerak untuk memprotes Iran. Seandainyapun ketentuan yang mewajibkan pengenaan hijab itu bermasalah, maka masalahnya tidak akan sebesar pemaksaan larangan hijab, sebab ketentuan wajib hijab lebih mendekati maslahat daripada pelarangan hijab. Atau setidaknya dua kasus ini harus direaksi dengan sikap yang sama. Tapi Barat ternyata tidak bersikap demikian.

Terhinanya Perempuan Dalam Peradaban Barat
Dalam isu perempuan, Anda juga tidak dalam posisi defensif, melainkan ofensif. Pihak lain mengecam kita karena kita memaksakan penerapan hijab. Tapi merekapun memaksakan pelarangan hijab, dan masih banyak lagi pemaksaan menyangkut perempuan. Perempuan di dunia Barat telah diseret ke jurang asusila dan kehinaan. Membolehkan perempuan berbaur tanpa jarak dengan laki-laki di meja diplomasi tidak akan menutupi penistaan mereka terhadap kaum perempuan. Mereka menjadikan perempuan sebagai obyek pemuas nafsu birahi. Ini jelas penghinaan terbesar terhadap kaum perempuan.

Hijab Sebagai Kunci Budaya Islam
Untuk melanggengkan dominasi terhadap sebuah negara, imperialis harus mengkonversi budaya masyarakat pribumi dengan budaya yang sejalan sepenuhnya dengan budaya imperialis. Strategi ini dulu digunakan oleh kekuatan-kekuatan Barat di belahan dunia Timur, tapi tidak sepenuhnya berhasil. Sekarangpun strategi yang sama juga hendak mereka terapkan di Afghanistan dengan tujuan antara lain memudarkan landasan-landasan yang membentuk kepribadian dan jatidiri masyarakat setempat. Pertama mereka membidik Islam dengan cara mengusik ketentuan hijab dan berbagai tradisi keagamaan masyarakat setempat. Karena itu, nilai-nilai Islam harus dipertahankan.
Barat mengecam Republik Islam Iran karena pemerintahnya mewajibkan perempuan berpakaian tertutup. Anehnya, Barat sama sekali tidak pernah mempersoalkan sebagian negara yang memaksakan budaya ketelanjangan dan menghapus pembatas antara perempuan dan lakki-laki! Mengapa demikian? Karena jilbab bertolak belakang dengan budaya yang diterima oleh Barat. Mereka sangat sensitif terhadap masalah ini.

Pelarangan Hijab di Eropa
Dalam beberapa tahun terakhir ini, upaya memberantas hijab terlihat gencar di Eropa, terutama Perancis dan Jerman. Di sisi lain, di semua tempat mereka membicarakan soal standar-standar dunia. Kemudian, ketika mereka hendak mengatakan bahwa Republik Islam harus memenuhi kewajiban-kewajiban yang ada, maka yang paling mereka tekankan ialah bahwa Iran harus menyesuaikan diri dengan standar-standar dunia. Standar yang mereka maksud tak lain ialah bahwa segala sesuatu harus diukur dengan budaya Barat. Dengan demikian, tekanan dari Barat selalu ada. Barat selalu berusaha menekan habis-habisan setiap budaya non-Barat yang hendak menunjukkan eksistensinya.

Bab Ketiga: Hijab di Negara Republik Islam Iran
Budaya Hijab Yang Mengakar
Muslimin dan muslimat di berbagai negara, termasuk negara-negara Muslim yang tak mengenal hijab dan jauh tenggelam ke dalam doktrinasi Barat atau bahkan negara-negara Eropa, sudah mulai menerapkan hijab. Semula umat Islam hanya sebatas menunjukkan minatnya pada hijab, tapi setelah kemenangan revolusi Islam Iran kita melihat sebagian kalangan di negara-negara Muslim yang jauh dari Timur Tengah dan terlena dalam budaya Barat pun tertarik untuk mencoba mengenakan hijab yang mencontoh jilbab ala perempuan Iran. Ketika berkunjung ke negara Afrika Utara yang berpenduduk mayoritas Muslim, saya menyaksikan gadis-gadis dan perempuan di sana yang meniru jilbab seperti yang dikenakan perempuan Iran. Kini, Dunia Barat secara pertahap condong kepada jilbab yang diajarkan Islam.
Adanya upaya memerangi hijab di sebagian negara Eropa dan sebagian negara Muslim yang penguasanya tidak Islami menandakan bahwa semakin banyak perempuan yang tertarik pada hijab. Di negara-negara jiran kita yang tidak mengindahkan kewajiban hijab dan di negara-negara Islam yang tidak tahu menahu soal hijab sebagaimana yang saya saksikan sendiri dari dekat, dalam kurun waktu 20 tahun pasca kemenangan revolusi Islam ternyata terjadi perubahan sigifikan. Kaum perempuan di sana, khususnya kalangan intelek dan terpelajar, sudah tertarik pada hijab. Tak sedikit diantara mereka yang mengenakan hijab.

Pemaksaan Budaya Barat
Adalah Reza Khan yang dulu paling banyak berbuat untuk interes budaya Barat -lebih tepatnya ambisi Barat terhadap Iran- dan melayani imperialisme Inggris. Jika ditinjau dengan situasi sekarang, betapa sangat memalukan ketika seorang raja tiba-tiba mengubah total busana nasional negaranya! Bangsa India dan bangsa lain di pelosok dunia manapun memiliki pakaian adatnya sendiri tanpa ada perasaan risih bahkan berbangga. Tapi tidak demikian dengan Reza Khan. Ia tiba-tiba datang dan melarang mengenakan pakaian tradisional Iran. alasannya, karena pakaian ini tidak bisa menunjang karir ilmiah. Aneh sekali! Bukankah ilmuan terbesar Iran yang karya-karyanya sampai sekarang masih diajarkan di Eropa adalah orang yang hidup dengan budaya dan lingkungan seperti ini? Sedemikian berpengaruhkah bentuk pakaian pada seseorang? Inilah logika rancu yang dikemukakan oleh Reza Khan. Ia mengganti pakaian tradisional sebuah bangsa. Perempuan dilarang mengenakan jilbab. Cadur dilarang dengan dalih bahwa perempuan yang mengenakan cadur tidak akan bisa menjadi ilmuwan dan terlibat dalam aktivitas sosial.
Sekarang saya ingin bertanya; dengan menyingkirkan cadur, sejauhmana kaum perempuan Iran saat itu bisa terlibat dalam aktivitas sosial? Apakah di era Reza Khan dan anaknya kaum perempuan Iran diberi peluang untuk terlibat dalam aktivitas sosial? Jangankan kepada perempuan, kepada laki-laki saja mereka enggan membuka kesempatan. Saat ketika kaum perempuan Iran terjun ke gelanggang sosial, mereka justeru mengenakan cadur. Diikuti oleh kaum lelaki, dengan cadur kaum perempuan Iran berada di barisan terdepan berjuang dengan segala daya dan kemampuan untuk mengangkat negara. Lantas apa buruknya pengaruh cadur?! Mana pengaruh cadur yang disebut-sebut sebagai kendala bagi aktivitas kaum perempuan maupun laki-laki?! Si bodoh Reza Khan datang dan memasrahkan segala sesuatu kepada musuh. Akibatnya, dia tiba-tiba mengubah pakaian khas Iran.
Karena perempuan di Barat tidak menutup kepala, Syah membawa oleh-oleh budaya ini ke Iran. Ia tidak membawakan apa yang dibutuhkan oleh rakyat. Dia tidak membawa sains, pengalaman, ketekunan, dan keberanian (bangsa-bangsa Barat) dalam menghadapi resiko -setiap bangsa pada akhirnya memang punya kelebihan-. Apa yang dibawa itupun ditelan dengan mentah-mentah. Pemikiran yang ditawarkan Barat diterima tanpa dianalisa terlebih dahulu. Alasannya hanya satu; karena berasal dari Barat. Jadi, pola berpakaian, cara makan, gaya berbicara dan tingkah laku harus diterima jika sumbernya adalah Barat. Ini jelas keliru dan merupakan racun yang sangat berbahaya bagi negara.

Kezaliman Terhadap Perempuan Muslim
Perempuan adalah kelompok yang benar-benar paling tertindas di era kekuasaan rezim monarkhi dulu. Jika ada perempuan yang ingin merambah arena keilmuan maka ia harus menanggalkan agama, ketaqwaan dan kehormatannya. Apakah saat itu seorang perempuan Muslimah mudah menjaga hijab, keanggungan dan kehormatannya di tengah lingkungan pendidikan dan pusat-pusat keilmuan dan kebudayaan? Apakah ketika berlalu di jalan-jalan kota Tehran atau kota-kota lainnya, perempuan bisa leluasa menjaga harga diri dan kehormatan Islami -meski hanya mengenakan jilbab apa adanya- dan lepas dari godaan atau gangguan usil mulut orang-orang bobrok yang gila budaya asusila ala Barat? Yang dilakukan rezim saat itu adalah membuat suasana tidak nyaman bagi kebanyakan perempuan untuk beraktivitas di bidang keilmuan. Memang ada pengecualian. Tapi kebanyakan perempuan tidak bisa terlibat ke dalam aktivitas keilmuan kecuali jika mereka bersedia menanggalkan hijab, dan berpaling dari ketaqwaan dan kehormatan Islami.

Hijab dan Kemajuan Sosial Muslimah Iran
Islam, revolusi Islam, dan Imam Khomaini tampil di Iran dan menempatkan kaum perempuan di sentra aktivitas politik. Bendera revolusi Islam diserahkan kepada kaum perempuan yang saat itu sudah berhasil mengindahkan hijab, wibawa, kesalihan, ketakwaan, dan agamanya. Orang lain tidak ada yang memiliki hak dan jasa terhadap perempuan Iran yang lebih besar dari ini.
Perhatikan fenomena dahsyat yang dihasilkan oleh seorang muslimah ketika ia kembali kepada fitrah dan kesejatian insaninya. Alhamdulillah, kedahsyatan ini terjadi pada sejarah masa lalu maupun masa kini revolusi dan pemerintahan Islam. Alhamdulillah, di tengah masyarakat kita banyak perempuan yang menyandang gelar ilmuwan, pakar, prestisius, akademikus, dan gelar kedokteran papan atas. Dan mereka adalah perempuan-perempuan yang menjaga kesalihan dan kehormatannya, termasuk dengan mengenakan jilbab dengan sempurna, mendidik anak dengan cara yang Islami, menjadi isteri yang baik dan salihah. Semua ini mereka jaga tapi mereka mempu melakukan aktivitas ilmiah dan politik. Dengan spirit Islam dan di tengah lingkungan Islami, perempuan tetap bisa mendaki puncak kesempurnaannya tanpa harus mendekati budaya glamorisme dan hedonisme.

Pesan Muslimah Iran
Kaum perempuan Iran, khususnya mereka yang berhasil melibatkan diri di berbagai bidang keilmuan dan hukum-hukum Islam -terutama menyangkut isu hijab-, harus melakukan tindakan kongret untuk menanamkan pengertian kepada kaum perempuan dunia, terutama kalangan terdidik, bahwa ilmu pengetahuan tidak meniscayaan pergaulan bebas dan pengabaian terhadap ketentuan-ketentuan moral yang membatasi pergaulan antara perempuan dan laki-laki, dan bahwa dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan ini ilmu pengetahuan dan kedudukan terhormat tetap dapat diraih. Eksistensi wanita muslimah dapat menjadi aktualisasi pesan universal Islam.

Tidak ada komentar: