Laman

Senin, 20 Februari 2012

Karbala dan Perspektif Para Cendekia

Sejarah dapat diumpamakan seperti samudera besar. Di samudera besar itu penuh dengan fenomena dan goncangan-goncangan yang dilalui ummat manusia di masa lalu. Salah satu goncangan besar yang tercantum dalam sejarah manusia adalah peristiwa Karbala. Hampir 14 abad lalu, tragedi Karbala telah berlalu, namun pengaruhnya tetap berlanjut hingga kini.


Dalam peradaban ummat Islam, kebangkitan Imam Husein as di Karbala merupakan kisah hero dan patriotis yang abadi. Rasulullah diutus di muka bumi ini untuk memberikan pencerahan ummat manusia, sedangkan Imam Husein as gugur syahid di Karbala untuk melanggengkan ajaran Islam dan membimbing manusia di jalan yang lurus. Terkait hal ini, sabda historis Rasulullah Saw terkait Imam Husein, menemukan makna sebenarnya. Rasulullah bersabda, "Husein dariku dan aku dari Husein as."
Bersamaan dengan gugurnya Imam Husein as, peristiwa itu tersebar dengan cepat di kalangan ummat Islam. Bani Umayah yang merupakan dalang di balik pembantaian terhadap cucu kesayangan Rasulullah Saw, mengerahkan kroni-kroninya untuk menyimpangkan peristiwa sebenarnya. Para ahli mimbar pun dikerahkan menyudutkan para pejuang anti-Yazid. Namun upaya itu ternyata gagal. Peristiwa Karbala sama sekali tidak dapat disimpangkan. Penguasa saat itu pun menyadari bahwa hati masyarakat bersama Imam Husein as. Masyarakat Irak dan Madinah merasa bersalah dengan membiarkan Imam Husein as dibantai di bumi Karbala. Mereka pun terpanggil untuk membalas kezaliman dinasti Bani Umayah yang saat itu dipimpin Yazid. Pengorbanan Imam Husein as malah menjadi awal pergerakan anti-kezaliman.
Abul Aswad ad-Duali yang disebut-sebut sebagai penggagas ilmu nahwu, setiap kali menyebut dan mengingat Imam Husein as dan Karbala membaca surat al-A'raf ayat 23. Ayat itu menyebutkan, "Keduanya berkata; Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi."
Tragedi Karbala kini menjadi bagian sejarah yang tidak akan terlupakan bagi manusia. Para cendekiawan dan ulama sama sekali tidak dapat mengabaikan perjuangan besar Imam Husein as dalam menghadapi kezaliman saat itu. Mereka menyebut Imam Husein sebagai pahlawan kemuliaan dan kebebasan, dan menilai Asyura sebagai peristiwa heroik dan agung dalam sejarah manusia.
Jahidz, seorang sastwaran dan penulis terkemuka Arab dalam catatannya mengenai pengaruh destruktif Bani Umayah dalam sejarah Islam, mengatakan, "Setelah Muawiyah, penguasa selanjutnya adalah putra Muawiyah yang bernama Yazid. Yazid melakukan kebrutalan-kebrutalan yang di antaranya adalah menyerang kota Mekah, menghancurkan Ka'bah, menodai kota suci Madinah dan membantai Imam Husein as, cucu kesayangan Rasulullah Saw. Imam Husein as dan keluarganya yang merupakan pelita kebenaran dan tokoh-tokoh Islam, dibantai. Padahal sebelumnya, Imam Husein as meminta para sahabatnya untuk meninggalkannya. Imam tidak berkeinginan untuk perang. Meski demikian, para penguasaan Bani Umayah tetap tidak puas kecuali dengan membunuh Imam Husein as."
Abdul Jabbar Al-Muktazili dalam bukunya "Sharh Al Ushul Al-Khamsah" menulis, "Jika amar makruf dan nahi munkar mengancam jiwa manusia, maka kewajiban itu gugur kecuali dalam rangka menegakkan kemuliaan agama." Ia melanjutkan, "Kebangkitan Imam Husein as dapat ditafsirkan bahwa kesabaran dan pengorbanan beliau dipersembahkan untuk memuliakan agama Allah Swt. Kita sebagai umat Islam juga membanggakan perjuangan Imam Husein as di hadapan para pengikut agama lain. Sebab, putra Rasulullah yang saat itu tinggal satu, tetap tidak meninggalkan kewajiban amar makruf dan nahi munkar hingga gugur syahid di jalan Allah Swt."
Ibnu Jauzi Hanbali, seorang pakar tafsir dan sejarawan terkemuka Islam menulis, "Jika orang yang paling bodoh di kalangan masyarakat ditanya; Siapakah yang terbaik antara Imam Husein as dan Yazid?" Orang yang paling bodoh itu pasti menjawab, "Yang terbaik adalah Imam Husein as." Para pengikut Yazid menyebut Imam Husein as sebagai sekelompok pembangkang. Terkait hal ini Ibnu Jauzi Hanbali menjawab, "Pembangkang adalah pihak yang menentang kebenaran. Akan tetapi Imam Husein as tak diragukan lagi bahwa beliau adalah penentang kebatilan dan penegak kebenaran."
Ibnu Abil Hadid, seorang ulama Ahlu Sunnah, seringkali menyinggung kebangkitan Imam Husein as dalam berbagai kesempatan. Penafsiran Ibnu Abil Hadid mengenai Asyura mengandung penghormatan luar biasa kepada Imam Husein as. Ibnu Abil Hadid menulis, "Pemimpin agung yang pantang menyerah dan pahlawan para pejuang yang berjuang melawan kehinaan, senantiasa memberikan pelajaran keperkasaan, kemuliaan dan kematian dalam kondisi mulia kepada generasi- generasi di sepanjang sejarah. Pemimpin agung itu telah memilih kematian dalam kondisi mulia dari pada bertoleransi dengan kezaliman dan penipuan. Ia adalah Imam Husein as, pembimbing para monotheis yang juga putra Imam Ali as.
Ibnu Abbar Andalusi, seorang sejarawan dan pakar hadis juga menyingging kepribadian Imam Husein as dan Yazid. Ia menulis, "Husein selalu menyibukkan diri dengan membaca zikir dan al-Quran pada malam hari hingga pagi. Sementara itu, Yazid menghabiskan umurnya dengan kebatilan dan pesta-pora. Dengan perbedaan yang mencolok ini, bagaimana mungkin Imam Husein as dan Yazid disetarakan?!"
Morbin seorang peneliti asal Jerman mengatakan, "Sekitar 14 abad lalu, Imam Husein as berjuang melawan pemerintah lalim dan kezaliman saat itu. Beliau adalah seorang politisi yang hingga kini tidak ada sosok yang menyetarainya. Imam Husein as melihat bahwa langkah Bani Umayah hampir menghancurkan landasan-landasan Islam. Jika kondisi saat itu masih ditoleransi, Islam tidak akan tersisa. Imam Husein as dengan mengorbankan diri dan keluarga tercinta, memberikan pelajaran pengorbanan kepada umat dunia dan mengangkat nama Islam."
Morris, seorang sejarawan asal AS ketika berbicara tentang Imam Husein as, mengatakan, "Jika para penulis sejarah kami mengenal hakekat hari Asyura, mereka pasti menganggap peringatan duka kepada Imam Husein as sebagai hal yang luar biasa. Para pengikut Imam Husein as dengan menggelar pawai duka menyatakan tidak akan tunduk di bawah kehinaan kekuasaan lalim. Sebab, slogan perjuangan Imam Husein as adalah menentang kezaliman. Imam Husein as mengorbankan diri, harta bahkan keluarganya demi kemuliaan dan keagungan Islam. Untuk itu, bergabunglah untuk menempuh jalan Imam Husein as dan melepaskan diri dari kezaliman para pengikut Yazid. Kita sudah sepatutnya memilih kematian dengan mulia daripada kehidupan dengan hina. Ini adalah ringkasan ajaran Islam sebenarnya."
Dengan demikian, fakta-fakta tragedi Asyura menunjukkan bahwa Imam Husein as dan para pengikutnya berjuang melawan kezaliman di bawah terik matahari di tengah padang pasir. Para musuh pun tidak mengenal belas kasih mengepung Imam Husein, keluarganya dan para sahabat setianya, bahkan tak memberikan peluang kepada mereka untuk mengambil air minum di telaga yang ada di sekitar mereka. Imam Husein, keluarganya dan para sahabatnya dibiarkan kehausan. Pada puncaknya, para musuh dengan keji membantai Imam Husein as. Inilah puncak kezaliman di sepanjang sejarah sehingga tidak ada seorang pun yang menoleransi kekejian Bani Umayah. Imam Husein as adalah pelita hidayah dan kebenaran bagi setiap manusia yang mempunyai hati nurani.
Assalamu Alaika Ya Aba Abdillah Al-Husein as

Tidak ada komentar: